Pendahuluan
Antraks
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Bacillus anthracsis. Penyakit anthraks sering terjadi pada binatang
herbivora akibat memakan tanaman yang tumbuh di tanah. Spora dari bibit
anthraks dapat tumbuh dan berkembang di tanah. Spora dapat hidup dalam jangka
waktu yang lama di dalam tanah. Selain menyerang hewan herbivora, anthraks juga
dapat menyerang manusia. Manusia dapat terinfeksi
antraks melalui kontak dengan tanah, hewan, produk hewan yang tercemar spora
antraks. Pencemaran juga bisa terjadi apabila menghirup spora dari produk hewan
yang sakit seperti kulit dan bulu. Penularan penyakit antraks pada manusia pada
umumnya karena manusia mengonsumsi daging yang berasal dari ternak yang
mengidap penyakit tersebut.
Penularan
penyakit antraks yang dapat dilakukan dengan berbagai cara menjadi alat bagi
para pelaku teroris merupakan suatu alat dalam melakukan kejahatan. Kejahatan
yang menggunakan tenaga biologis lebih dikenal dengan sebutan bioterorisme.
Bioterorisme adalah penggunaan bakteri jahat, virus, atau racun terhadap
manusia, hewan, atau tanaman yang berdampak pada kerusakan dan menciptakan rasa
takut terhadap suatu kelompok masyarakat di sekitarnya. Kasus yang sering
dijumpai dari kasus bioterorisme ini adalah bahan-bahan biologis atau racun
biologis disabotase untuk tujuan penyerangan dan menimbulkan kerusakan yang
berhubungan dengan ancaman yang menimbulkan kepanikan publik.
Aksi
terorisme kini selain menggunakan bahan peledak juga dapat menggunakan senjata
kimia dan biologi, sebagaimana yang terjadi di Jepang, ketika terjadi aksi
terorisme oleh sekelompok orang yang
menamakan dirinya Aum Shinrikyo. Kelompok pelaku kejahatan ini melakukan
serangan di Jepang, pada saat waktu padatnya penduduk Jepang melakukan
kegiatan.
Pada 3 Juni 1993 di stasiun bawah tanah, Tokyo,
terjadi penyebaran spora Anthrax dengan sengaja yang dilakukan oleh kelompok
radikal kanan Aum Shinrikyo. Aksi terror menggunakan spora anthrax yang memliki
sifat aerosol dengan disemprotkan ke udara tersebut berakibat pada tewasnya 12
orang dan ribuan lainnya harus menjalani perawatan. Kepolisian Tokyo, menutup
akses stasiun bawah tanah dan melakukan pemeriksaan serta pembersihan terhadap
spora-spora anthrax.
Dampak
Serangan
itu berdampak cukup parah bagi
masyarakat dan pemerintah Jepang yang menewaskan sekitar 12 orang, sebanyak 50
orang terluka parah serta sekitar 1000 orang mengalami masalah pada penglihatan serta kerugian materiil atas properti public seperti
jalur kereta bawah tanah dan bangunan. Serangan tersebut
merupakan salah satu serangan terbesar di Jepang sejak akhir Perang Dunia II.
Jepang
merupakan negara demokratis yang memberikan kebebasan berserikat kepada
masyarakatnya. Sehingga tidak dapat dipastikan apakah kelompok radikal ini
telah dibubarkan atau belum oleh pemerintah Jepang.
Kesimpulan
Aksi
tersebut merupakan aksi bioterror yang sangat mematikan mengingat serangan
dilakukan di lokasi yang sangat strategis dan dengan menggunakan bakteri yang
sangat infektif dan berbahaya. Serangan tersebut menyebabkan kelumpuhan dan
ketakutan dalam masyarakat Jepang serta menyebabkan kerugian besar.
Anthrax
(Bacillus anthracis) merupakan
bakteri yang sangat berbahaya, memiliki kemampuan membunuh yang tinggi. Senjata
biologis dengan anthrax dilakukan dengan menggunakan spora anthrax, spora
anthrax bersifat tahan terhadap suhu panas maupun dingin, tahan terhadap suaca
tropis maupun subtropics, dapat hidup dengan baik di udara, air, tanah, ruang
terbuka, maupun tertutup serta resisten terhadap suasana asam dan basa. Spora
anthrax sangat mudah, murah, dan cepat dikembangkan, disebarkan, dan dapat
dimodifikasi susunan genetiknya agar lebih mematikan, serta memiliki masa
infektif mencapai 25 tahun.
Senjata
biologis merupakan mahluk hidup baik penyebab penyakit atau toksinnya dipergunakan
dalam bioterorisme (menyerang manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan). Dalam
kaitannya di dalam negri, Indonesia sangat rawan terhadap serangan bioterror,
karena di Indonesia mudah dijumpai vector penyebar organisme pathogen.
Saran
Sebagai
Negara yang rentan dengan serangan senjata biologis, maka Indonesia harus
melakukan langkah dan kebijakan berani mengenai permasalahan nubika. Indonesia
perlu mangadakan konvensi internasional yang membahas pelarangan, penangkalan,
dan hukuman bagi penggunaan dan pengembangan senjata biologis, serta
meratifikasi konvensi internasional tentang penggunaan nubika.
Indonesia
wajib melakukan penelitian dan pengembangan vaksin penyakit atau organisme
pathogen. Disertai dengan pembangunan sarana penelitian, seperti labolatorium
biologis. Pemeriksaan kesehatan terhadap orang, hewan, maupun barang yang masuk
ke Indonesia agar tidak membawa pathogen dari luar.
Pembentukan
satuan penanganan bioterror di Indonesia. Di Indonesia terdapat beberapa satuan
yang mengawasi bidang nubika yaitu direktorat nubika BIN (status direktorat telah dibubarkan), Detasemen KBR (Kimia, Biologi, dan Radioaktif) Gegana Korps Brimob Polri, dan Kompi
Zeni Nubika yang berada di bawah kendali Direktorat Zeni TNI-AD (Ditziad). Serta dengan bekerjasama dengan organisasi
kesehatan seperti WHO dalam memberantas penyalahgunaan organisme biologis.
Penanggulangan
Kejadian
tersebut harus ditanggulangi dengan serius dan menggunakan teknik dan peralatan
tertentu, mengingat spora anthrax sangat
berbahaya dan dapat bertahan hingga 25 tahun dan waktu
pembuatan yang singkat. Menutup sementara
dan menetralisir wilayah terdampak. Serta melakukan tindakan medis terhadap
korban yang terpapar senjata biologis.
Mengingat
spora anthrax dapat dibuat dengan murah, mudah, dan cepat maka untuk menanggulangi serangan anthrax diperlukan
penelitian dan pengembangan vaksin anthrax dan melakukan
tindakan penyidikan dan menangkap pelaku. Mengkaji dan/ atau merevisi undang-undang terkait
permasalahan nubika.
Referensi
Samihardjo-Isroil; 2008. Bioterorisme. Jurnal
Intelijen dan Kontra Intelijen. Centre of the Studies of Intelligence and
Counter Intelligence
Tidak ada komentar:
Posting Komentar