Senin, 08 Februari 2016

TEROR, REVISI UU TERORISME, DAN PERLUSAN WEWENANG INTELIJEN


Maraknya aksi terorisme di Indonesia sejak masa reformasi sering dikaitkan dengan lemahnya kewenangan intelijen. Pelemahan fungsi intelijen tersebut ditandai dengan dicabutnya UU Anti Subversi pada masa pemernintahan Presiden Abrurrahman Wahid. Berdasarkan Pasal 5 UU No. 17 Tahun 2011 tujuan intelijen negara adalah mendeteksi, mengidentifikasi, menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan Intelijen dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan dan keamanan nasional. Sehingga, badan intelijen di Indonesia tidak dibekali dengan kewenangan penagkapan.

Namun, teror yang semakin nyata belakangan ini, mengusik rasa aman rakyat Indonesia. Rangkaian teror tersebut menyebabkan timbulnya anggapan dan pertanyaan sinis di masyarakat terkait kinerja aparat keamanan, terutama intelijen. Jawaban bagi pertanyaan masyarakat tersebut yaitu karena tidak ada dasar hukum yang membenarkan aparat untuk menangkap seseorang tanpa alat bukti yang cukup, seperti Internal Security Act di Singapura dan Malaysia. Dalam kasus terorisme, bahkan orang yang terindikasi sebagai seorang teroris tidak dapat ditangkap apabila tidak ada alat bukti yang cukup.

Dari sanalah mulai tumbuh keinginan untuk merehabilitasi kewenangan intelijen agar memiliki wewenang yang lebih besar. Berdasarkan polling yang dilakukan oleh harian Kompas yang diterbitkan hari Senin, 1 Januari 2011 menyatakan lebih dari 70% masyarakat menyatakan setuju terhadap penamabahan wewenang penangkapan oleh intelijen terkait aksi terorisme. Kewenangan penangkapan tersebut termaktub dalam Revisi UU Terorisme. Namun, kewenangan yang besar bukan tanpa konsekuensi. Konsekuensi yang harus dihadapi oleh BIN adalah keterbukaan, keterbukaan dalam arti siapa ditangkap atas dasar apa. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang. Sehingga kewenangan penangkapan tersebut perlu dikaji dan didukung lebih lanjut karena dapat meningkatkan efektivitas kinerja aparat keamanan dalam memberantas dan cegah dini aksi terorisme.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar