Selasa, 09 Februari 2016

ENERGI NUKLIR (Ancaman atau Kesempatan)

Sejak revolusi industry dimulai di Inggris, kebutuhan akan energy semakin meningkat secara drastis. Saat ini, sebagian besar kebutuhan energy dipasok dari bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam. Namun, permasalahannya adalah bahwa sumber bahan bakar fosil merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources). Kemudian peningkatan kebutuhan semakin meningkat secara drastis sehingga energy yang dihasilkan masih kurang cukup. Selain daripada itu, bahan bakar fosil mengakibatkan polusi.
Walaupun sumber daya energy baru terbarukan (EBT) memiliki potensi yang sangat besar dan menjanjikan, tetapi investasi dibidang ini sangat besar dan jumlah energy yang dihasilkan tidak sebesar energy fosil maupun nuklir. Di AS, nuklir menyumbang 21% kebutuhan energy, sementara batubara 41%, gas 24%, EBT 12% (70% air), dan minyak bumi 1%. Sehingga pengembangan energy nuklir masih dilakukan di AS, untuk menggantikan batu bara.

Terdapat miskonsepsi terkait system kerja energy nuklir. Nuklir terbagi atas dua system kerja, yaitu fisi (pembelahan) dan fusi (penggabungan). Pertama, nuklir memerlukan bahan bakar, Uranium, Plutonium, Thorium, dll. Kemudian bahan bakar tersebut diperkaya “enrichment” dan dibentuk kedalam bentuk pellet kemudian masukkan kedalam batang bahan bakar “Rods”. Untuk reactor PWR (Pressurized Water Reactor) Dengan reaksi fisi (chain reaction) di dalam reactor nuklir menhasilkan panas. Panas yang dihasilkan digunakan untuk menguapkan air, uap air kemudian menggerakkan turbin yang menghasilkan listrik. Uap air tersebut kemudian didinginkan lagi melakui kondenser dan kembali mengulang siklus yang sama lagi.

Namun, tidak dapat dipungkiri, PLTN menghasilakan limbah yang berbahaya bagi lingkungan. Namun, limbah tersebut harus dijadikan sebagai tantagan yang menggugah kemampuan, bukan ancaman bagi lingkungan. Menurut IAEA, terdapat enam jenis limbah nuklir, tetapi di Indonesia, BATAN hanya mengklasifikasikan limbah nuklir kedalam tiga kategori. IAEA secara berkala melakukan pengawasan terhadap fasilita-fasilitas nuklir diseluruh dunia, kecuali Israel. Limbah nuklir tidak dapat serta-merta dibuang ke lingkungan. Harus ada system penanganan limbah dan merupakan salah satu persyaratan utama dalam pembangunan fasilitas nuklir. limbah nuklir harus melewati tahap pengolahan yang sangat ketat sebelum disimpan. Limbah nuklir merupakan zat radioaktif yang meluruh dengan waktu, artinya sifat aktivitas limbah nuklir akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu dan potensi bahaya radiasinya berkurang secara eksponensial terhadap waktu. Artinya tingkat radiasinya akan turun setengah kalinya dalam setiap periode waktu tertentu. Jangka waktu paruh limbah nuklir bervariasi, mulai dari yang hilang dalam hitungan hari, hingga yang berjangka wakti puluhan ribu tahun. Secara garis besar, pengolahan limbah radioaktif tiga prinsip, yaitu prinsip reduksi volume, pengolahan bentuk fisik dan kimia, dan penyimpanan

Iodin-131
 8 hari
8 hari
8 hari
8 hari
8 hari
Plutonium-239
24.000 tahun
24.000 tahun
24.000 tahun
24.000 tahun
24.000 tahun

Jika dibandingkan, penggunaan PLTN lebih efisien daripada pembangkit listrik tenaga fosil. PLTU Batubara dengan daya 1000MWe dalam satu tahun memerlukan tiga juta ton batubara. Dari jumlah tersebut akan terbentuk 7 juta ton limbah CO2, 20.000 ton SO2, 4.000 ton NO2, 300.000 ton debu, dan 400 ton logam berat (Hg, As, Pb, dan Cd).  Dalam setahun, PLTN dengan daya 1000 MWe (tingkat pengayaan 4%) akan menghasilkan LAT dalam bentuk bahan bakar bekas sebanyak 30 ton, LAS terolah sekitar 300 ton, dan LAR terolah 450 ton. Sekilas, melihat kuantitas limbah tersebut sangat besar. Namun, limbah nuklir sangat aman karena mendapatkan penanganan dengan standar keamanan yang sangat tinggi.


Jadi, kombinasi antara energy nuklir dan energy baru terbarukan merupakan kombinasi yang sangat baik bagi pemenuhan energy di masa depan yang handal dan ramah lingkungan.

Sumber
http://www.batan.go.id 
http://esdm.go.id

1 komentar:

  1. Since the industrial revolution began in Britain , the need for energy is increasing dramatically . Currently , most of the energy needs are supplied from fossil fuels
    suksestoto

    BalasHapus